Ingat, Tuhan Menciptakan Bumi Ini Bukan Hanya Untuk Manusia Saja

Aslinya orang Indonesia itu (dan aku yakin orang di banyak negara lainnya) sudah memiliki nilai-nilai untuk hidup selaras dengan alam, dengan binatang, tumbuhan, atau bahkan dengan makhluk-makhluk dari dunia yang lain. Karena mereka sudah sangat menyadari bahwa Tuhan menciptakan bumi ini bukan hanya untuk manusia saja, tapi juga untuk makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Eits, tapi itu dulu, mohon maaf. Sekarang? Jauuuhh Bro! Banyak manusia yang berpikir bahwa Tuhan menciptakan bumi ini hanya untuk mereka saja, sehingga mereka semena-mena memperlakukan alam. Jangankan berkomunikasi dengan tumbuhan dan binatang, tidak usah mimpi deh, lha wong bisa tidak menyiksa tumbuhan dan binatang saja sudah syukur banget.

Beberapa hari yang lalu, setelah mendengar cerita penyiksaan kucing yang cukup melukai hati, karena si kucing itu sudah ada di tempat itu jauh sebelum manusia datang dan mengklaim tanah itu sebagai miliknya. Namun dengan selembar sertifikat di tangan mereka langsung merasa berhak untuk mengusir bahkan kalau perlu membunuh si kucing atau binatang lainnya yang sebenarnya sudah lebih dulu ada di tempat itu. Dengan perasaan masih marah, aku makan dan ngobrol dengan salah seorang temanku.

Dia mengatakan dulu di zaman dia dibesarkan oleh orangtuanya dan kakek-neneknya (which is baru kemarin banget ya zaman itu), betapa orangtuanya, dan juga orang-orang lain pada zaman itu benar-benar hidup selaras dengan alam. Bahkan diceritakan setiap malam sebelum semuanya tidur, orangtuanya akan mengumpulkan sisa makanan di dapur dan menaruhnya dalam jugangan (lubang yang biasanya dibuat di belakang rumah) sebagai jatah untuk para tikus. Hal yang lebih ekstrim lagi, ibunya selalu merawat ular yang sakit dan melepaskannya lagi ke alam bebas ketika dia sudah sembuh. Keluarga temanku ini juga berteman dan berkomunikasi dengan ayam-ayam milik mereka. Dia mengatakan pada zaman itu, para petani tidak hanya selalu mengajak berbicara padi-padinya, tapi juga memberi jatah makan bagi para tikus di sawah mereka.

Selanjutnya temanku yang lain bercerita, di suatu daerah ada budaya yang ketika orang mau membangun rumah, mereka akan meminta izin dulu kepada pohon-pohon, satu demi satu, apakah pohon-pohon tersebut rela ditebang untuk memberikan tempat berteduh bagi manusia. Kalau bersedia, dia akan berterima kasih dan menebangnya, namun kalau tidak bersedia, maka dia akan mencari pohon yang lain. Sehingga proses membangun sebuah rumah itu memerlukan waktu yang cukup lama. Sungguh sebuah kehidupan yang menyatu serta selaras dengan alam kan, pantas saja alam pun selalu baik pada manusia dan memberikan seluruh yang dimilikinya untuk manusia.

Tapi sekarang, kenapa ya bisa sangat jauh gitu. Manusia sudah tidak lagi berkomunikasi dengan binatang dan tumbuhan, bahkan mereka menolak untuk co-exist dengan binatang dan tumbuhan. Mereka inginnya hanya dua: menguasai atau menghilangkan/membunuh, which is keduanya sama buruknya. Aku penasaran, apa yang terjadi, kapan semua nilai itu menghilang, di mana missing link-nya? Antara orang-orang zaman dahulu yang hidup selaras dengan binatang dan tumbuhan dengan orang-orang zaman sekarang yang maunya menguasai atau membunuh binatang dan tumbuhan? What is the problem? Apa yang salah? Kenapa semakin banyak manusia yang lupa kalau bumi ini diciptakan Tuhan bukan hanya untuk mereka saja?

Fitri Indra Harjanti

Fitri Indra Harjanti
Bagikan:

Fitri Indra Harjanti

Seorang fasilitator, editor, penerjemah, dan penulis freelance yang tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktif menggeluti isu gender dan feminisme sejak 7 tahun yang lalu. Menghabiskan waktu luangnya dengan menonton film di bioskop, mendengarkan band Queen, dan berbicara dengan kucing-kucingnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *