Mamahku, Perempuan Paling Rasional dan Mandiri yang Telah Membentuk Karakterku

Kali ini aku ingin menceritakan tentang sosok the most significant woman in my life, yes of course, it’s my Mom. Pertama karena beberapa hari yang lalu (24 Desember) mamahku berulang tahun tepat ke-60 tahun sekaligus merupakan tanggal pensiunnya mengabdi sebagai guru SD selama 40 tahun, dan juga karena masih di bulan yang sama dengan momen hari perempuan Indonesia yang kemudian didomestikkan maknanya di zaman Orde Baru menjadi hari ibu saja, hehehe. Walaupun pada tanggal 22 Desember kemarin, pagi-pagi, aku tetap mengirimkan WhatsApp ke mamahku mengucapkan selamat hari ibu. Masa iya aku mau WhatsApp ke mamahku bilang, “Mah selamat hari gerakan perempuan Indonesia ya,” bisa-bisa mamahku bingung dan membalas, “heh, ini siapa ya,” hahaha.

Mamahku adalah perempuan paling rasional yang pernah aku tahu, jadi aku pun dididik olehnya dengan cara yang paling rasional dan minim ekspresi afeksi seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya. Aku tidak pernah meragukan cinta dan kasih sayangnya padaku selama ini, juara pokoknya, namun semua itu selalu dia tunjukkan melalui praktik nyata dan minim ekspresi afeksi seperti kata-kata, pelukan, ciuman, ketemuan, atau hal-hal verbal dan kontak-kontak fisik lainnya. Lebih ke praktik tindakan nyata penuh pengorbanan dan pengertian yang langsung dilakukan tanpa banyak pengantar dan pernak-pernik lainnya, hehehe, yeah that’s my extraordinary mom.

Sampai-sampai dulu waktu aku sempat kuliah dan tinggal di Bandung, mamahku selalu bilang, “sudah kamu lebaran tidak usah pulang tidak apa-apa, daripada harus capek-capek berdesak-desakan di kereta, mamah juga nanti stres mikirin kamu di jalannya macet-macet dan capek, pulangnya kan bisa besok-besok saja.” Hahaha yes, that’s my extraordinary mom! Pas aku sudah kerja dan tinggal di Jogja pun dia juga tidak pernah memintaku untuk sering-sering pulang ke Magelang (yang hanya berjarak sekitar 1.5 jam perjalanan). Kalau aku pulang ya dia senang, tapi kalaupun tidak baginya yang terpenting aku sehat dan bahagia. Bahkan dulu pernah ketika situasi di rumah sedang sering “tidak enak”, mamahku SMS aku dan bilang, “udah kamu tidak usah pulang dulu saja”, dan aku tahu betul maksudnya adalah karena dia melindungiku supaya tidak perlu merasakan situasi yang tidak enak itu, karena itu berat, biar dia saja. Yes, yes, that’s my extraordinary mom.

Mamahku juga tidak pernah meminta atau menuntut apapun padaku, tidak pernah sama sekali. Ya kecuali dulu pernah memintaku jadi PNS tapi kayaknya hanya bertahan beberapa tahun setelah kelulusanku saja. Setelah itu, dia tidak pernah meminta aku jadi PNS lagi dan lagi-lagi hanya berkata, terserah aku mau kerja apa, yang penting aku sehat dan bahagia, hehehe. Begitupun dengan hal-hal lain, dia tidak pernah memintaku menikah cepat (atau menikah dengan siapa), tidak memintaku punya anak cepat, tidak memintaku membeli rumah atau kendaraan, apalagi memintaku membelikannya apapun, tidak pernah sama sekali, yang dia katakan selalu dan selalu, “yang penting kamu sehat dan bahagia”. Setiap hari ulang tahunku, mamahku selalu menjadi orang pertama yang SMS/WhatsApp aku sehabis subuh, dengan ucapan yang sangat sederhana. Begini selalu isi SMS/WhatsApp-nya, “selamat ulang tahun ya, semoga kamu selalu bahagia dan mendapatkan semua yang kamu inginkan”. Yes, again, that’s my extraordinary mom.

Ada satu hal yang selalu diajarkan mamahku baik melalui kata-kata maupun melalui contoh nyata sehari-hari, yaitu kemandirian. Sejak aku kecil aku selalu melihat dia sebagai sosok perempuan yang mandiri dan tidak tergantung pada siapapun, problem solver, dan kuat menghadapi apapun dengan tangannya sendiri. That’s how she made me into an independence woman. Juga pernah dengan kata-kata yang diucapkannya langsung sejak aku masih kecil, katanya, “mau sekaya apapun suamimu nanti, kamu tetap harus bekerja dan menghasilkan uang sendiri ya”. Mamahku mungkin sama sekali tidak mengenal apa itu gender atau feminisme seperti yang coba aku pelajari sekarang, tapi dia tahu bagaimana menjadi perempuan yang tidak terkungkung oleh nilai-nilai tradisional yang akan membatasi kehidupan perempuan. Warisan mamahku adalah warisan nilai-nilai yang sangat setara gender dan feminis, hehehe, so proud of you Mom.

Mamahku selalu bangun pagi, selalu mengajar murid-muridnya dengan penuh semangat, selalu memasak buat aku, selalu lebih suka berjalan kaki atau naik angkot ke mana-mana, selalu menghadapi setiap masalah dengan tenang dan rasional, selalu rela berkorban, selalu membawa pulang snack rapat/acara untukku, selalu menjadi problem solver masalah-masalahku, dan selalu mencintaiku dengan seluruh hidup dan jiwanya. Aku sekarang adalah hasil dari bikinanmu selama ini, Mah! I am what you made me! Tidak akan pernah cukup kata cinta yang ada di dunia ini untuk mengungkapkan how much I love you, but just like you, aku juga tidak pernah jago dalam mengekspresikan semua rasa cinta yang aku miliki dalam bentuk kata-kata atau ekspresi afeksi, because, you know, that’s part of how you made me Mom, beside all the great things that you’ve made me into, hehehe.

Fitri Indra Harjanti

Fitri Indra Harjanti
Bagikan:

Fitri Indra Harjanti

Seorang fasilitator, editor, penerjemah, dan penulis freelance yang tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktif menggeluti isu gender dan feminisme sejak 7 tahun yang lalu. Menghabiskan waktu luangnya dengan menonton film di bioskop, mendengarkan band Queen, dan berbicara dengan kucing-kucingnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *