Rindu Batu

Siapa yang pernah bungkam atas rindu yang menyiksa?
Bertahan untuk membisu karena ketidakpantasan untuk mengungkapkan.

Aku menyukainya belum lama.
Dia lucu.
Dia usil.
Dia selalu buat aku tertawa.
Dia dulu yang perhatian.
Dia dulu yang membuat aku hangat berada di dekatnya.
Yesss, aku terjebak di friendzone!!!

Mungkin aku terlalu baper dalam menanggapi kedekatan ini, tapi kita tidak bisa memilih pada siapa kenyamanan itu bersinggah. Itu terjadi begitu natural, lewat gilanya aku menyukainya.

Kadang-kadang kita bisa chatting sampai subuh.
Ngobrolin apa aja.
Dan selalu menunggu chat atau tanggapan dia atas Instastory yang aku buat.
Dia melihat Instastory-ku saja aku sudah begitu bahagia kok.
Yah namanya juga jatuh cinta.
Apa aja pasti rasanya happy.

Ternyata terlalu dekat pun salah.
Terjebak dengan kakak-adik-an itu menyebalkan.
Aku nggak pernah tahu isi hatinya.
Sebenernya dia suka juga nggak ya?
Beberapa kali aku pancing, nggak juga kena.

Sampai akhirnya.
Aku merasa dia menjauh dariku.
Pengaturan untuk melihat waktu terakhir di WhatsApp di-nonaktifkan.
Dia juga sudah tidak pernah lagi melihat Instastory-ku.
Dan terakhir chatting itu sungguh sangat hambar dan garing.
Lalu…
Bagaimana dengan rinduku? Siapa yang akan bertanggung jawab?

Aku ingin sekali keluar dari rasa ini.
Aku ingin sekali melupakannya.
Aku ingin sekali pergi menjauh.
Bersikap masa bodoh.
Tapi ternyata itu makin membuat dadaku sesak.
Sepertinya aku harus punya cara lain.

Rindu yang semakin besar dan mengeras seperti batu.
Aku memilih untuk menikmatinya.
Mungkin suatu saat akan ada obatnya.

Sebagai perempuan.
Aku terlalu menyek-menyek.
Ya aku juga membenci keadaan ini.
Tiap saat aku berdoa, untuk lepas dari keadaan ini.
Tapi tetap saja sulit.

Aku paling sulit sebenarnya untuk “suka”.
Tapi kenapa ketika suka.
Harus dengan spesies seperti kamu.
Yang begitu misteri dan pelan-pelan menghilang.

Buat kamu.
Silakan pergi.
Semoga di persimpangan jalan ketika kita berpapasan.
Kita tidak canggung untuk bertegur sapa.
Buat aku.
Kenikmatan bukan hanya berasal dari kebahagiaan saja.
Tapi sakit juga bisa dinikmati kok.

Seringkali merasa bodoh.
Memukul pipi agar sadar.
Bahwa dia tidak mungkin menyukai aku.
Secara, aku tahu banget dong selera dia.
Tapi yang namanya aku.
Perempuan yang keras kepala.

Tulisan ini.
Sebagai ungkapanku atas kerinduan yang membatu ini.
Jika kamu membacanya.
Aku tunggu chat-mu ya.
Hahaha.
Tidak, tidak.
Jangan di-chat.
Aku akan malu kalau sampai kamu tahu yang ditulis ini kamu.
Cukup doakan aku agar bisa melupakanmu.
Salam rindu.

Satu lagi.
Kamu sudah menjauh.
Jangan semakin jauh.

Gambar adalah foto sastra rupa karya Muji Harjo yang dipamerkan dalam Pameran Sastra Rupa Gambar Babad Diponegoro di Jogja Gallery 1 – 24 Februari 2019.

Ayu Permata Sari

Ayu Permata Sari
Bagikan:

Ayu Permata Sari

Hobi menari sejak kecil membawa saya ke jalan seni. Hingga sekarang mantap memilih seni sebagai jalan hidup, sebagai koreografer tari dan juga penari. Hobi menciptakan karya, tetapi duit tidak ada. Alhasil perbanyak teman, agar ketika berkarya bisa banyak yang menolong. Bonusnya, ketika sedang terluka banyak yang menyemangati.

One thought on “Rindu Batu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *