THE CROWN SEASON 2: PROSES BELAJAR DAN MEMAKNAI KEMBALI PERAN DALAM KEHIDUPAN (MAJOR SPOILER ALERT)

Kalau beberapa hari yang lalu aku sudah bikin review tentang serial The Crown Season 1, siang ini aku lanjut ya reviewnya untuk review The Crown season 2, biar aku ngga nonton-nonton saja tapi juga belajar untuk menceritakannya Kembali. Sebelumnya, aku nonton The Crown ini dengan English subtitle supaya tidak mengalami reduksi makna, soalnya entah kenapa subtitle Bahasa Indonesia dalam film-film ini sering agak ngaco, kayak minggu lalu pas aku nonton Avengers, masa Space Stone diterjemahkan jadi Batu Angkasa, terus joke soal sereal dengan nama Hulk terjemahannya sama sekali ngga dapat dan ngga lucu, hahaha. So memang sudah lama banget sih aku memutuskan untuk nonton film dengan subtitle Bahasa Inggris saja.

Walaupun memang untuk kasus The Crown ini ada beberapa vocabulary baru yang cukup asing bagiku seperti abdication, priggish, dan lain-lain. Tapi tidak masalah, kan ada kamus di HP yang bisa langsung nyari artinya apa, hehehe. Terus aku juga sering mengulang-ulang beberapa scene in order untuk benar-benar memahaminya atau mengonfirmasi sesuatu, atau mengecek di Google/Wikipedia tentang cerita aslinya dalam sejarah. Ya terniat memang, kan memang niatnya nonton film sekaligus memperlancar Bahasa Inggris dan belajar hal baru (in that case sejarah Kerajaan Inggris).

Well, untuk season 2 ini, terlihat dan terasa banget ya pertumbuhan kedewasaan dan kematangan Her Majesty Queen Elizabeth dan His Royal Highness Prince Philip The Duke of Edinburg. Ya mereka benar-benar berproses, baik sebagai pribadi, perannya di masyarakat/negara, maupun in their relationship. Lagi-lagi ini aku hanya mengomentari filmnya ya, bukan asli kenyataannya, kan yang aku tonton filmnya, hehehe.

Elizabeth terus berproses dan belajar untuk menjadi ratu yang lebih baik. Ia mulai mempelajari dan memahami konflik-konflik dan intrik-intrik politik yang terjadi di negaranya, dan sekaligus mempelajari cara-cara berdiplomasi dengan negara lain yang akan bisa membantu hubungan politik Inggris dengan negara-negara lain. Walaupun teknisnya itu tugas Perdana Menteri, tetapi diplomasi yang ia lakukan membantu memperlancar jalan Sang PM atau bahkan mencairkan negosiasi yang buntu.

Salah satunya adalah ketika ia memutuskan untuk pergi ke Ghana yang mulai bergeser untuk menjadi pendukung Uni Soviet instead of Inggris, yang mana sangat dilarang oleh penasihat-penasihatnya karena “Ratu Inggris tidak pergi ke negara Afrika”. Namun Elizabeth tidak mendengarkan penasihat-penasihatnya, dan tidak hanya pergi mengunjungi Ghana saja, dia bahkan berdansa troxtot dengan Presiden Ghana kala itu, Nkrumah, di depan semua kamera media internasional tentu saja. Dia memang melakukan itu dengan sengaja sebagai bagian dari strateginya. Ketika PM dan juga kabinet Inggris marah-marah mengetahui apa yang dilakukan oleh ratunya, Prince Philip tersenyum dan bertepuk tangan paling depan menyaksikan aksi istrinya tersebut, karena dia langsung paham strategi yang dilakukan oleh istrinya itu, dan memang strategi itu akhirnya menghasilkan kesuksesan besar, Ghana kembali mendukung Inggris lagi.

Strategi yang dilakukan oleh Elizabeth itu terinspirasi oleh Jacqueline Kennedy, first lady Amerika Serikat yang dengan charm dan pesonanya mampu memperlancar diplomasi Amerika Serikat ketika berkunjung ke Perancis. Jacky pun sempat mengunjungi Istana Buckingham bersama suaminya Presiden Kennedy yang membuat semua orang penasaran dan antuasias ingin melihat dan bertemu dengannya, termasuk Philip suaminya, yang membuat Elizabeth sedikit cemburu. Elizabeth akhirnya mendapat kesempatan untuk mengobrol berdua saja dengan Jacky dan dia merasa senang dan kagum dengan Jacky dan berpikir bahwa Jacky bisa menjadi temannya.

Tetapi tidak lama setelah itu, ia mengetahui dari sumber yang dapat dipercaya bahwa Jacky ternyata tidak memiliki pandangan yang sama, Jacky bahkan memberikan komentar yang buruk tentang Istana Buckingham dan tentang dirinya sebagai istana yang menyedihkan yang dipimpin oleh seorang middle aged queen yang tidak cerdas dan tidak keren. Tapi kerennya Elizabeth yang digambarkan dalam film ini, dia adalah orang yang mau belajar, mau mendengarkan, dan mau menerima kritik untuk dia jadikan sebagai pembelajaran dalam meningkatkan kualitas dirinya. Ucapan Jacky itu sungguh menjadi lecutan bagi Elizabeth untuk bisa lebih menjalankan perannya dengan lebih bagus dan strategis, dan untuk lebih menampilkan dirinya sebagai ratu yang keren, cerdas, dan berkelas. Salah satunya ditunjukannya melalui aksinya yang sukses besar di Ghana itu.

Jacky kemudian menyadari bahwa komentar negatifnya itu sampai ke telinga Elizabeth dan ia pun datang untuk meminta maaf kepada Elizabeth dan bahkan woman to woman ia akhirnya mengakui bahwa aslinya ia sangat mengagumi Elizabeth dan bahwa ia sedang mengalami masa-masa yang buruk dengan suaminya yang tidak menghargainya bahkan melakukan KDRT padanya. Elizabeth sebenarnya sangat ingin mengucapkan terima kasih karena Jacky telah menginspirasinya dan juga ingin meminta maaf pada Jacky, tetapi kata-kata itu tidak keluar dari mulutnya, dan hanya dikatakan dalam hati saja, dan seperti yang ia katakan pada Philip, ia menyesal tidak benar-benar mengatakannya pada Jackie. Hingga beberapa hari kemudian terjadi penembakan pada Presiden Kennedy yang kemudian terjatuh di pelukan Jacky. Elizabeth pun hanya bisa menyaksikan melalui televisi wajah Jacky yang shock dan baju masih berlumuran darah suaminya yang akhirnya meninggalkan dia untuk selamanya. Elizabeth lalu menulis surat untuk Jacky.

Kemampuan Elizabeth untuk menerima kritik dan menjadikannya sebagai pembelajaran untuk menjadi lebih baik ini juga ditunjukkan dalam episode yang menceritakan tentang seorang jurnalis yang menulis kritik pedas tentang sambutan Elizabeth ketika mengunjungi sebuah pabrik mobil mewah. Ia mengkritik bahwa sambutan Elizabeth itu menunjukkan kesombongan dan arogansi yang tinggi serta membuatnya terlihat sangat berjarak dengan rakyatnya yang adalah kelas pekerja. Walaupun memang sambutan itu bukan Elizabeth yang membuat tetapi asisten pribadinya yang sayangnya tidak ia baca dulu karena saking percayanya ia pada asistennya tersebut, ia tetap menerima kritik itu dan merefleksikan dirinya.

Kerennya lagi, sang ratu secara rahasia mengundang sang jurnalis ke istana dan menemuinya secara personal. Sang jurnalis sampai kaget, dan kemudian ia mengatakan bahwa ia memiliki 6 rekomendasi untuk sang ratu, yaitu 3 hal yang ratu mesti lakukan dan 3 hal yang ratu mesti stop lakukan. Elizabeth mendengarkan semuanya dan sedikit mendebat untuk menggali reasoning di balik rekomendasi-rekomendasi itu. Pada akhirnya semua rekomendasi dari sang jurnalis benar-benar dilakukan semua oleh Elizabeth dan membawa perubahan besar di Istana Inggris jauh lebih banyak dan lebih besar dari upaya-upaya yang coba dilakukan orang-orang untuk mengubah Istana Inggris dalam puluhan tahun terakhir.

Tidak hanya Elizabeth, Philip pun berproses dan bertumbuh menemukan dirinya dan perannya sebagai seorang laki-laki, seorang suami dan ayah, dan sebagai pendamping dari perempuan paling berpengaruh di Inggris Raya dan negara-negara commonwealth-nya. Kalau di season 1 Philip digambarkan sebagai young wild spirit who cannot be tamed, dengan ego maskulinitas tinggi yang membuatnya selalu merasa terganggu dengan fakta bahwa istrinya memiliki peran dan posisi yang lebih besar dan lebih tinggi darinya, serta gengi dan kegelisahan super tinggi untuk ingin melakukan sesuatu yang besar, terlihat, dan diakui. Nah di season 2 ini setelah mengalami banyak hal dan banyak kejadian, Philip perlahan tapi pasti mulai bisa memaknai diri dan perannya kembali baik sebagai pribadi maupun di kerajaan/masyarakat.

Tapi prosesnya tidak mudah tentu saja. Setelah sejak season 1 kita disuguhkan pemandangan Philip yang selalu gelisah mencari kesibukan di luar seperti belajar menerbangkan pesawat dan ikut klub-klub makan siang bersama teman-temannya, tidak pernah menunjukkan afeksi kepada istrinya maupun mengatakan kalau ia mencintainya, bahkan ketika Elizabeth memintanya, dan terlibat dalam beberapa scandal yang menjurus kepada adultery. Walaupun sepertinya serial ini main aman dengan tidak satupun adultery atau scandal itu yang digambarkan secara eksplisit atau terkonfirmasi. Jadi ya kayak indikasi-indikasi yang samar saja tanpa ada konfirmasi sama sekali, dan seperti diserahkan pada penonton saja untuk menyimpulkan sendiri itu benar atau tidak.

Dalam upaya agar Philip bisa menemukan dirinya dan memaknai kembali perannya, Elizabeth mengirim Philip untuk pergi selama 5 bulan berlayar keliling dunia sebagai seorang navy, karir yang merupakan kebanggaannya yang harus ditinggalkannya ketika Elizabeth menjadi ratu. Selain itu Elizabeth juga mengabulkan permintaan Philip untuk memberinya sebuah gelar terhormat agar posisinya di kerajaan tidak di bawah Charles anak laki-lakinya yang merupakan calon penerus tahta. Selain itu, Elizabeth juga selalu menata hatinya ketika mendengar rumor-rumor tentang adultery yang dilakukan Philip, kenyataan bahwa ia sering tidak tahu Philip ada di mana dan sedang melakukan apa, dan juga bahwa Philip tidak menungguinya ketika ia melahirkan anak ketiganya, Prince Andrew. Elizabeth juga mengatakan bahwa ia akan memahami kalau memang in order to stay in (maksudnya in the relationship, duty, and role) Philip needs to do what he needs to do, and that she can look away when he does that.

Tetapi Philip akhirnya menemukan kemantapan dan kejelasan perasaan yang ia cari selama ini dengan segala unique situation yang mereka alami. Ia pun mencari Elizabeth yang tengah menyepi di Scotlandia karena kehamilan anak keempat mereka yang agak sedikit sulit, kneeling di depannya (dengan sukarela tidak seperti ketika pelantikan Elizabeth menjadi ratu) sambil memegang tangannya, dan memastikan pada Elizabeth bahwa dia adalah completely milik Elizabeth, bahwa dia akan selalu in not out, bahwa ia tidak mau Elizabeth looks away but to look this way, dan memastikan bahwa dia melakukan semua itu karena memang dia menginginkan hal itu, bukan karena karena sudah ada kesepakatan di kerajaan, bukan karena Elizabeth sudah memberinya gelar terhormat, tapi karena ia mencintai Elizabeth.

Episode terakhir season 2 itu yang menggambarkan hal itu sungguh keren sampai aku menontonnya 2 kali, hahaha, dan tentu saja membuka Google dan Wikipedia untuk membandingkan dengan sejarah aslinya dan melihat-lihat foto Prince Philip muda yang memang ganteng dan charming banget. Season 2 pun diakhiri dengan Philip memeluk Elizabeth, Philip menemani proses Elizabeth melahirkan anak keempat mereka Prince Edward, dan foto keluarga kerajaan yang dilakukan bersama 4 anak mereka, Princess Margareth beserta suami dan anaknya, ibunda Elizabeth, dan beberapa anggota inti kerajaan Inggris lainnya.

Sebenarnya masih banyak yang diceritakan dalam season 2 ini, seperti kisah cinta Princess Margareth dengan Tony Amstrong-Jones, hubungan Philip dengan sang penerus tahta Prince Charles, dan situasi politik Inggris, Eropa, dan dunia pada tahun-tahun itu menjelang dimulainya Perang Dingin, tapi ya you know lah kalau kuceritakan semua pasti panjang banget. Tetapi salah satu quote yang aku ingat banget dari serial ini adalah “the hardest job of all is to do nothing”, apalagi ketika kita memiliki kapasitas dan akses untuk do something, tetapi kadang dalam situasi tertentu memang yang dibutuhkan adalah untuk kita do nothing, in order untuk membuat situasi menjadi lebih baik, karena ketika kita do something situasinya malah akan jadi ruwet.

Fitri Indra Harjanti

Fitri Indra Harjanti
Bagikan:

Fitri Indra Harjanti

Seorang fasilitator, editor, penerjemah, dan penulis freelance yang tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktif menggeluti isu gender dan feminisme sejak 7 tahun yang lalu. Menghabiskan waktu luangnya dengan menonton film di bioskop, mendengarkan band Queen, dan berbicara dengan kucing-kucingnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *